Sabtu, 18 April 2015

pengantar studi islam



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendekatan Studi Islam (Psikologis)
Dalam ajaran agama kita banyak menjumpai istilah-istilah  yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misaknya, sikap berimn kepada Allah, sebagai orang  yang soleh, orang yang berbuat baik, orang yang berbuat jujur, dan sebagainya merupakan gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan kejiwaan. Dengan ilmu jiwa ini kita dapat mengeteahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, fan diamalkan seseorang. Ilmu jiwa ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agma kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini, agama akan menemukan  gaa yang tepat untuk menanamkannya. [1]
Sumber-sumber pokok untuk mengumpulkan data ilmiah melalui pendekatan psikologi ini sapat di ambil dari:
1.    Pengalaman dari orang yang masih hisup.
2.    Apa yang kita capai dengan meneliti diri kita sendiri.
3.    Riwayat hdupo yang ditulis sendiri oleh yang bersangkutan, atau yang ditulis oleh orang ahli agama.
Dari uraian tersebut, kita melihat bahwa ternyata agama dapat dipahami melalui beberapa pendekatan. Dan dengan pendekatan itu orang akan sampai pada agama. Agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dengan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.



B.     Pendekatan Studi Islam (Sosiologis)
Sosiologi berasal dari bahasa Latin: Socius yang berarti teman, kawan, sahabat, dan Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu untuk berteman/berkawan/bersahabat yang baik atau cara bergaul yang baik dalam masyarakat.[2]
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dengan masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.[3] Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh, serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaanya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu Soejono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang memebatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. 
Dari definisi diatas terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan, serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Sebelum membahas pendekatan sosiologi ada pengetahuan dasar sosiologi  yang penting diketahui sebagai berikut:
1.    Pranata adalah system atau aturan-aturan mengenai aktifitas masyarakat.
2.    Sosial adalah masyarakat.
Jadi pranata sosial adalah himpunan kaedah-kaedah atau aturan-aturan yang dipahami, dihargai, dan ditaati oleh warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat.[4]
Pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam tatanan atau urutan secara bertigkat atau hirarkis. Adapun wujud pelapisan masyarakat adalah:
v Tinggi -  rendah
v Bangsawan/berdarah biru - rakyat biasa
v Superior – inferior
v Unggul – biasa
v Priyayi – wong cilik, dan semacamnya.
Dari segi sosiologis ini, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori. Diantara teori-teori itu yang sagat terkenal adalah teori tingkatan. Teoi ini di kemukakan oleh August Comte (1798-1857). Dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, ia menerangkan pandangannya tentang paham positivisme yang alamiah dan menjabarkan tingkatan-tingkatan dalam evolusi pemikiran manusia adalah sebagai berikut:[5]
Tingkatan pertama adalah tingkatan teologi, pada tingkatan ini semua kejadian yang dialami manusia dianggap berasal dari atau bersunber dari suatu kekuatan ketuhanan atau suatu Dzat yang Maha Kuasa.
Tingkatan kedua adalah tingkatan metafisika. Pada tingkatan ini manusia sudah mulai memahami kejadian di lingkungan dan alam sekitarnya berdasar kekuatan-kekuatan yang lebih abstrak dan tidak kelihatan.
Tingkatan ketiga adalah tingkatan positif. Pada tingkatan ini manusia sudah memahami sesuatu sebab itu berdasar akal pikiran yang praktis.
Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti karena banyak kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menngunakan jasa bantuan darri ilmu sosiologi.
Pentingnya pendekatan dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Jalaludin Rahmat dalam bukunya Islam Alternatif, menunjukkan betapa besarnya perhatian agama, dalam hal ini Islam, terhadap masalah social, denga mengajukan lima alas an berikut:    
1.    Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadits berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiiyah yang dikutip Jalaludin Rahmat mengemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus untuk satu ayat ibadah, dan seatus ayat untuk muamalah( masalah sosial).
2.     Ditekannya masalah muamalah dalam Isalm ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, ibafah boleh diperpendek atau ditangguhkan. Tetapi tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3.    Ibadah yang mengandung segi kemasyaakatan diberi ganjaran lebih besar dari pada ibadah yang mengandung perseorangan.
4.    Dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, tebusannya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5.    Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakata mendapat ganjaran yang lebih besar dari pada ibadah sunnah.
Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.[6]






C.       Pendekatan Studi Islam (Antropologi)
Pendekatan antropologi dalam, memahami agama dapat di artikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.[7] Melalui pendekatan ini agama tampak lebih akrab dan dekat dengan maasalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberi jawabannya. Antropologi dalam kaaitannya dengan agama sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahakan bersifat partisipatif.
Dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.[8]
Melalui pendekatan antropologi, kita melihat bahwa ternyata agama berkolerasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Maka jika kita ingin mengubah etos kerja seseorang maka kita mengubah juga pandangan keagamaannya.[9] Selanjutnya melalui pendekatan antropologi ini kita dapat melihat agama adalah hubungannya dengan mekanisasi pengorganisasian juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh para peneliti keagamaan. Dan dalam pendekatan antropologi ini kita juga dapat melihat keterkaitan antara agama dan negara. Juga dapat ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi.
Melalui pendekatan antropologi sebagaimana disebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia dan dengan itu pula, agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.[10]
Pendekatan antropologi sepeti itu diperlukan, sebab banyak hal yang dibicarakn agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologi. Dengan demikian pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, kaena dalam ajaran agama tersebututerdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.

D.      Pendekatan Studi Islam (Kebudayaan)
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan di artikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya).[11]
Dengsn demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. [12]
Kebudayaan selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami apa yang terdapat pada dataran agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Agama yang demikian berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut, seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.





DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihun, H. Yunus M. Badruzzaman, Saehudin, Pengantar Studi Islam, CV. Pustaka setia, Bandung, 2009
 H. Gunawan Ary,  Sosiologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta 2010
Nasution Khoirudin, Pengantar Studi Islam, Academia Tazzafa, Yogyakarta, 2007
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991




[1] Prof. Dr. Rosihun Anwar, M.Ag, H. Badruzzaman M. Yunus, M.A, Saehudin, S. Th.I, Pengantar Studi Islam, (CV. Pustaka setia, Bandung, 2009) Hlm: 94
[2] Drs Ary H. Gunawan sosiologi pendidikan (Rineka Cipta, Jakarta 2010) hlm: 3
[3] Ibid, hlm: 83
[4] Dr. Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam (Academia + Tazzafa, Yogyakarta, 2007) hlm: 157
[5] Ibid, hlm: 83
[6] Ibid, hlm: 86
[7] Ibid, hlm: 79
[8] Ibid, hlm: 80
[9] Ibid, hlm: 81
[10] Ibid, hlm: 82
[11] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Balai Pustaka, Jakarta, 1991), hlm: 156
[12] Ibid, hlm: 93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar