BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Studi Islam (Psikologis)
Dalam ajaran agama kita banyak
menjumpai istilah-istilah yang
menggambarkan sikap batin seseorang. Misaknya, sikap berimn kepada Allah,
sebagai orang yang soleh, orang yang berbuat
baik, orang yang berbuat jujur, dan sebagainya merupakan gejala-gejala kejiwaan
yang berkaitan dengan kejiwaan. Dengan ilmu jiwa ini kita dapat mengeteahui
tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, fan diamalkan seseorang. Ilmu jiwa
ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agma kedalam jiwa
seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini, agama akan
menemukan gaa yang tepat untuk
menanamkannya. [1]
Sumber-sumber
pokok untuk mengumpulkan data ilmiah melalui pendekatan psikologi ini sapat di
ambil dari:
1. Pengalaman dari orang yang masih hisup.
2. Apa yang kita capai dengan meneliti diri
kita sendiri.
3. Riwayat hdupo yang ditulis sendiri oleh
yang bersangkutan, atau yang ditulis oleh orang ahli agama.
Dari uraian tersebut, kita melihat
bahwa ternyata agama dapat dipahami melalui beberapa pendekatan. Dan dengan
pendekatan itu orang akan sampai pada agama. Agama dapat dipahami semua orang
sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dengan demikian
seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya
mendapat bimbingan dari agama.
B. Pendekatan Studi Islam (Sosiologis)
Sosiologi berasal dari bahasa
Latin: Socius yang berarti teman,
kawan, sahabat, dan Logos yang
berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu untuk
berteman/berkawan/bersahabat yang baik atau cara bergaul yang baik dalam
masyarakat.[2]
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dengan masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara
manusia yang menguasai hidupnya itu.[3]
Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan
tumbuh, serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta
kepercayaanya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia. Sementara itu Soejono
Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang memebatasi
diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana
sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang
menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
Dari definisi diatas terlihat bahwa
sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan keadaan masyarakat lengkap
dengan struktur, lapisan, serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan.
Sebelum membahas pendekatan
sosiologi ada pengetahuan dasar sosiologi
yang penting diketahui sebagai berikut:
1. Pranata adalah system atau aturan-aturan
mengenai aktifitas masyarakat.
2. Sosial adalah masyarakat.
Jadi pranata sosial adalah himpunan
kaedah-kaedah atau aturan-aturan yang dipahami, dihargai, dan ditaati oleh
warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat.[4]
Pelapisan
sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam tatanan atau urutan
secara bertigkat atau hirarkis. Adapun wujud pelapisan masyarakat adalah:
v Tinggi -
rendah
v Bangsawan/berdarah biru - rakyat biasa
v Superior – inferior
v Unggul – biasa
v Priyayi – wong cilik, dan semacamnya.
Dari segi sosiologis ini,
pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori. Diantara teori-teori
itu yang sagat terkenal adalah teori tingkatan. Teoi ini di kemukakan oleh
August Comte (1798-1857). Dalam bukunya Cours
de Philosophie Positive, ia menerangkan pandangannya tentang paham
positivisme yang alamiah dan menjabarkan tingkatan-tingkatan dalam evolusi
pemikiran manusia adalah sebagai berikut:[5]
Tingkatan pertama adalah tingkatan
teologi, pada tingkatan ini semua kejadian yang dialami manusia dianggap berasal
dari atau bersunber dari suatu kekuatan ketuhanan atau suatu Dzat yang Maha
Kuasa.
Tingkatan
kedua adalah tingkatan metafisika. Pada tingkatan ini manusia sudah mulai
memahami kejadian di lingkungan dan alam sekitarnya berdasar kekuatan-kekuatan
yang lebih abstrak dan tidak kelihatan.
Tingkatan ketiga adalah tingkatan
positif. Pada tingkatan ini manusia sudah memahami sesuatu sebab itu berdasar
akal pikiran yang praktis.
Selanjutnya sosiologi dapat
digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian
dapat dimengerti karena banyak kajian agama yang baru dapat dipahami secara
proporsional dan tepat apabila menngunakan jasa bantuan darri ilmu sosiologi.
Pentingnya pendekatan dalam
memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan
dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini
selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk
memahami agamanya. Jalaludin Rahmat dalam bukunya Islam Alternatif, menunjukkan betapa besarnya perhatian agama,
dalam hal ini Islam, terhadap masalah social, denga mengajukan lima alas an
berikut:
1. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadits
berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiiyah yang dikutip
Jalaludin Rahmat mengemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan
ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus untuk
satu ayat ibadah, dan seatus ayat untuk muamalah( masalah sosial).
2. Ditekannya masalah muamalah dalam Isalm ialah
adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan
muamalah yang penting, ibafah boleh diperpendek atau ditangguhkan. Tetapi tetap
dikerjakan sebagaimana mestinya.
3. Ibadah yang mengandung segi
kemasyaakatan diberi ganjaran lebih besar dari pada ibadah yang mengandung
perseorangan.
4. Dalam Islam terdapat ketentuan bila
urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan
tertentu, tebusannya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah
sosial.
5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal
baik dalam bidang kemasyarakata mendapat ganjaran yang lebih besar dari pada
ibadah sunnah.
Melalui
pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena agama itu
sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.[6]
C. Pendekatan Studi Islam (Antropologi)
Pendekatan
antropologi dalam, memahami agama dapat di artikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat.[7]
Melalui pendekatan ini agama tampak lebih akrab dan dekat dengan
maasalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberi
jawabannya. Antropologi dalam kaaitannya dengan agama sebagaimana dikatakan
Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahakan bersifat
partisipatif.
Dalam berbagai
penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara
kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.[8]
Melalui
pendekatan antropologi, kita melihat bahwa ternyata agama berkolerasi dengan
etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Maka jika kita ingin mengubah
etos kerja seseorang maka kita mengubah juga pandangan keagamaannya.[9]
Selanjutnya melalui pendekatan antropologi ini kita dapat melihat agama adalah
hubungannya dengan mekanisasi pengorganisasian juga tidak kalah menarik untuk
diketahui oleh para peneliti keagamaan. Dan dalam pendekatan antropologi ini
kita juga dapat melihat keterkaitan antara agama dan negara. Juga dapat
ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi.
Melalui
pendekatan antropologi sebagaimana disebut diatas terlihat dengan jelas
hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia dan dengan itu pula,
agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.[10]
Pendekatan
antropologi sepeti itu diperlukan, sebab banyak hal yang dibicarakn agama hanya
bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologi. Dengan demikian
pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, kaena
dalam ajaran agama tersebututerdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan
melalui bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
D.
Pendekatan
Studi Islam (Kebudayaan)
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan di artikan sebagai hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan,
kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan
sebagainya).[11]
Dengsn demikian, kebudayaan adalah
hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi
batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan terdapat pengetahuan, keyakinan,
seni, moral, adat istiadat, dan sebagainya. [12]
Kebudayaan selanjutnya dapat pula
digunakan untuk memahami apa yang terdapat pada dataran agama yang tampil dalam
bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Agama yang demikian berkaitan
dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang.
Melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut, seseorang akan dapat
mengamalkan ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Rosihun, H. Yunus M. Badruzzaman, Saehudin, Pengantar
Studi Islam, CV. Pustaka setia, Bandung, 2009
H. Gunawan Ary, Sosiologi
Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta 2010
Nasution
Khoirudin, Pengantar Studi Islam,
Academia Tazzafa, Yogyakarta, 2007
W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991
[1] Prof. Dr. Rosihun Anwar, M.Ag, H. Badruzzaman M. Yunus, M.A,
Saehudin, S. Th.I, Pengantar Studi Islam,
(CV. Pustaka setia, Bandung, 2009) Hlm: 94
[2] Drs Ary H. Gunawan sosiologi
pendidikan (Rineka Cipta, Jakarta 2010) hlm: 3
[3] Ibid, hlm: 83
[4] Dr. Khoirudin Nasution, Pengantar
Studi Islam (Academia + Tazzafa, Yogyakarta, 2007) hlm: 157
[5] Ibid, hlm: 83
[6] Ibid, hlm: 86
[7] Ibid, hlm: 79
[8] Ibid, hlm: 80
[9] Ibid, hlm: 81
[10] Ibid, hlm: 82
[11] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus
Besar Bahasa Indonesia,(Balai Pustaka, Jakarta, 1991), hlm: 156
[12] Ibid, hlm: 93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar