BAB II
RUMUSAN MASALAH
A.
Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud akhlak?
2. Apa yang dimaksud tasawuf?
3. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu
tasawuf?
4. Apa saja faktor lahirnya ilmu tasawuf?
5. Apa saja sumber dan dasar ilmu tasawuf?
6. Bagaimana pembagian tasawuf?
7. Bagaimana hubungan antara tasawuf dan
agama?
8. Bagaimana hubungan antara tasawuf dan
pendidikan?
B.
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi akhlak.
2. Untuk mengethui definisa yasawuf.
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan
ilmu tasawuf
4. Untuk mengetahui faktor lahirnya ilmu
tasawuf.
5. Untuk mengetahui sumber dan dasar ilmu
tasawuf
6. Untuk mengetahui pembagian tasawuf
7. Untuk mengetahui hubungan antara tasawuf
dan agama
8. Untuk mengetahui hubungan antara tasawuf
dan pendidikan
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
Akhlak
adalah jamak dari kata khuluk yang berarti budi pekerti. Istilah lain yang
lebih lazim adalah etika yang berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti
adat kebiasaan. Maka dapat di katakana bahwa akhlak adalah nafsiah (bersifat
kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan
kita namakan mumalah (tindakan) atau suluk (perilaku) , maka akhlak adalah
sumber dan perilaku adalah bentuknya[1]
B.
Pengertian Tasawuf
Para
ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Berikut beberapa pengertian tasawuf
menurut bahasa.
1. Shuffah yang berarti emper masjid Nabawi
yang yang didiami oleh sebagian shahabat Anshar[2].
2. Shafa yang berarti bersih atau jernih[3].
3. Shaff berarti barisan salat batau
barisan peang.
4. Saufi yang berarti kebijaksanaan.
5. Shuff yang berarti bulu domba.
6. Shaufanah yang berarti buah-buahan kecil
yang berbulu banyak.
Dr.
Ibrahim Basyuni mengklasafikasikan tasawuf menjadi tiga, yakni menitik beratkan
pada al-bidayah (tasawuf dalam tataran elementer), al-mujahadah (tasawuf dalam
tataran intermediate) dan al-muzaqat (tasawuf dalam tataran advance)[4].
Dengan demikian tasawuf itu ialah
suatu system latihan dengan kesungguhan (riyadlah-mujahadah) untuk membersihkan,
mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatakan diri kepada
Allah. Dengan pengertian seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah
bagian ajaran islam, karena ia membina akhlak manusia, agar tercapai
kebahagiaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin[5].
Al-kattani menegaskan, “tasawuf
adalah akhlak. Barang siapa yang melebihimu dalam akhlak berarti telah
melebihimu dalam taswuf[6].”
C.
Sejarah perkembangan Ilmu Tasawuf
Sebagai
sebuah ajaran tasawuf muncul pada zaman Rasulullah SAW, sebab misi kerasulannya
meliputi ajaran yang berkaitan dengan keyakinan atau keimanan (akidah) ibadah
dan akhlak. Akhlak merupakan ajaran Rasulullah yang ditanamkan kepada umatnya
melalui pengajaran dan pembinan serta di iringi contoh oleh Rasulullah.
Pada
masa sahabat, penanaman, pembinaan dan pengamalan akhlak lebih merupakan
kelanjutan dari masa Rasulullah. Seperti halnya Abu Bakar yang dikenal dengan
kearifannya, Umar Bin Khattab dikenal dengan ketegasannya, keadilannya dan
kesederhanaanya, Ustman Bin Affan yang di kenal sebagai sosok yang dermawan dan
sabar, dan Ali Bin Abi Thalib dikenal sebagai oang yang tegas, tangkas sert
mendalam keilmuannya. Segala Akhlak dan perilaku yang ditunjukkan oleh para
sahabat merupakan kelanjutan dan upaya mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW.
Tasawuf
dimulai pada masa tabi’in yaitu pada masa khalifah Bani Umayah. Istilah tasawuf
pertama kali dikenalkan oleh tokoh yang bernama Abu Hisyam seorang zahid asal
Syiria. Ia mendiikan lembaga kaum sufi yang dinamakan taqiyah (sejenis
padepokan sufi). Pada masa pertengahan islam tasawuf mulai ditulis oleh kaum
sufi diantaranya Al-Ghazali, Al-Qusyayri, Al-Kalabadzi. Mereka banyak
menghasilka tulisan-tulisan yang sangat
berharga dan memperkaya hazanah pemikiran umat islam[7].
D.
Faktor Lahirnya Tasawuf
Abul
‘Ala ‘Afifi mengklasaifikasikan faktor ajaran tasawuf ini menjadi empat aliran.
Diantaranya Adalah:
1. Faktor ajaran islam yang terkandung
dalam kedua sumbernya, Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Reaksi kaum muslimin terhadap sistem
sosial politik dan ekonomi dikalangan umat islam sendiri.
3. Kependetaan (rabbaniyah) agama nasrani,
sebagai konsekwensi agama yang lahir sebelum islam, pemeluknya terbesar di
seluruh negara, dan sikap-sikapnya mempengaruhi agama-agama lain, termasuk
pemeluk islam.
4. Reaksi terhadap fiqih dan ilmu kalam.
Keduanya tidk bisa memuaskan batin seorang muslim. Yang pertama mementingkan
formalism dan legalisme dalam menjalankan syariat islam, dan yang kedua
mementingkan pemikiran yang rasional, dalam pemahaman agama islam[8].
E.
Sumber dan Dasar Tasawuf
Para
ulama’ dan tokoh islam menolak bahwa tasawuf berasal dari luar ilmu islam.
Diantara tokoh yang menolaknya adalah Abdul Halim Mahmud yang menyatakan bahwa
sesungguhnya ajaran-ajaran tasawuf itu berasal dan di gali dari ajaran
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang ,menerangkan berbagai perilaku sufistik yang
dalilnya dijadikan dasar dalam ajaran-ajaran tasawuf.
Terdapat
banyak ayat yang Al-Qur’an dan Hadits yang menerangkan ajaran tasawuf yang
kesemuanya itu menandakn bahwa ajaran tasawuf bersal dari islam. Diantaranya
adalah:
1. Ajaran bahwa Allah itu maha dekat
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186.
2. Ajaran bahwa kita tidak boleh tertipu
oleh kehidupan dunia dan kita hidup dalam zuhud, dijelaskan dalam Al- Qur’an
surat Fathir ayat 5.
3. Ajaran tentang keharusan bertaubat,
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 8.
F.
Pembagian Tasawuf
Secara keseluruhan ilmu tasawuf dikelompokkan
menjadi dua:
1. Tasawuf ilmi atau nadhari
Yaitu tasawuf yang
bersifat teoritis. Sejarah dan perkembangannya sehingga menjelma menjadi ilmu
yang berdiri sendiri. Ini yang tergolong tasawuf ilmi atau nadhari.
2. Tasawuf amali atau tathbiqi
Yaitu tasawuf
terapan, yakni ajaran yang praktis. Tidak hanya teori belaka, tetapi menuntut
adanya pengamalan dalam rangka menggapai tujuan tasawuf.
Sementara ada
yang membagi tasawuf menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Tasawuf akhlaki
Tasawuf akhlaki
adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang
diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang
ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal[9].
2. Tasawuf amali
Tasawuf amali
adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada
Allah. Tasawuf amali berkonotsikan tarekat[10].
3. Tasawuf falsafi
Tasawuf falsafi
adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intuitif dan visi
rasional[11].
G.
Tasawuf dan Agama
Agama
apapun pada dasarnya mengajarkan kesabaran, keikhlasan, kejujuran, keadilan, toleransi,
solidaritas dan semacamnya. Sehingga tidak terasa adanya perbedaan antara agama
yang satu dengan agama yang lain. Praktik tasawuf menyentuh hati nurani manusia
agar manusia tidak mempersoalkan perbedaan agama yang di anutnya dan mencari
sisi-sisi yang paling dalam dari ajaran agamanya. Dengan demikian tasawuf dapat
merukunkan orang-orang yang berbeda agama atau aliran dalam agama.
Agama
dapat menjadi faktor integrasi dan disentegrasi sosial. Aagama akan menjadi
integrasi jika satu kelompok menganut satu agama, dan akan menjadi disentegrasi
apabila dalam satu kelompok menganut agama yang berbeda-beda. Karena masyarakat
tersebut akan terbelah menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah agama
yang dianut.
Tasawuf
selalu menjadi faktor integrasi, karena tasawuf menyentuh hati nurani manusia
5tanpa melihat perbedaan agama. Inilah antara lain perbedaan tasawuf dengan
agama. Orang yang taat beragama belum tentu bertasawuf sedangkan orang yang bertasawuf pasti beragama,
karena dalam islam tasawuf adalah bagian dari agama[12].
H.
Tasawuf dan Pendidkan
Ajaran
islam bias di bagi dua aspek yaitu: aspek eksoteris (lahiriyah) dan aspek
eksoteris (batiniyah). Aspek esoteris dalam islam disebut tasawuf, dengan
melemahnya aspek esoteris islam maka melemah pulalah pengajaran tasawuf dalam
pendidikan islam. Padahal pengajaran tasawuf itu harus seimbang dengan aspek
eksoteris islam, karena tanpa adanya pengajaran tasawuf yang seimbang dengan
aspek eksoteris, maka anak didik kurang menghayati makna ajaran islam. Oleh krena
itu menurut Nurkholis Madjid, pengajaran tasawuf harus di ajarkan sejak dini.
Mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah pun
perguruan tinggi baik negri maupun swasta. Karena pengajaran tasawuf
dilembaga pendidikan islam, mulai daiibtidaiyah sampai perguruan tinggi akan
mendorong pengembangan dimensi etis atau akhlak peserta didik, sehingga mereka
akan tumbuh dan berkembang menjadi umat yang tidak saja menguasai ilmu islam
dan ilmu umum, tetapi juga berakhlak mulia.
Dengan
demikian, tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yan perlu diajarkan di
madrasah dan mata kuliah di perguruan tinggi islam, agar bisa mengembangkan
kehidupan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju. Inilah arti
penting kaitan antara tasawuf dengan pendidikan dalam islam[13].
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.
H. Mohammad Muchlis Solichin, M.Ag, Akhlak
& Tasawuf, Pena Salsabila, Surabaya, 2013
Drs.
H. A. Mustofa, Akhlak dan Tasawuf Untuk
Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Pustaka Setia, bandung, 1997
‘Abd
Al-Karim Ibn Hawazin Al-Qusyayri, Risalah
Sufi A-Qusyayri, Penerbit Pustaka, Bandung, 1415 H – 1994 M
Sudirman
Tebba, Tasawuf Positif , Kencana, Bogor, 2003
Prof.
Dr. H.M. Amin Syukur, MA, Drs. H. Masyauddin, MA, Intelektualisme Tasawuf, Lembkota, Semarang, 2002
[1] Drs. H. Mustofa, akhlak
tasawuf untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK// (Pustaka Setia Bandung,
1997) hlm:16
[2] Prof. Dr. H.M. Amin Syukkur, MA Drs. H. Masyharuddin, MA, Intelektualisme Tasawuf, //(Lembkota,
Semarang, 2002) hlm:11
[3] Dr. H. Mohammad Muchlis Solichin, M.Ag, Akhlak dan Tasawuf//(Lini Penerbit CV. Salsabila Putra Pratama,
Surabaya, 2013) hlm:122
[4]Ibid hlm:14
[5] Ibid, hlm:16
[6] Abd Al-Karim Ibn Hawazin Al-Qusyayri, Risalah Sufi Al-Qusyayri //(Penerbit Pustaka, Bandung, 1415 H – 1994 M) hlm:238
[7] Ibid hlm:127-128
[8] Ibid hlm:34-36
[9] Ibid hlm:45
[10] Ibid hlm:50
[11] Ibid hlm:51
[12] Sudirman Tebba, Tasawuf
Positif//(Kencana Bogor,2003);hlm:125-126
[13] Ibid hlm:174-179
Tidak ada komentar:
Posting Komentar